Attahtawi,Jamalluddin al-Afghani, Muhammad Abduh


A. Biografi al-Tahtawi

Al-Tahtawi dilahirkan di Thahta suatu kota di mesir selatan  pada tahun 1801, dan meninggal dikairo pada tanggal 27 mei 1873. Ia melewati masa kecilnya di kota thahta, mempelajari ilmu agama dan mendengarkan cerita-cerita kejayaan Islam masa silam. Ia selalu tertarik mendengar kisah-kisah semacam itu, satu hal yang kemudian sangat mempengaruhi perjalanan intelektualnya. Dia adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi turut memainkan peranan. Ketika Muhammad Ali Pasya mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir harta orang tua Al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822. Ia adalah murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan Al-‘Atthar yang banyak mempunyai hubungan dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan Prancis yang datang dengan Napoleon ke Mesir. Syaikh Hasan Al-‘Atthar melihat bahwa Al-Tahtawi adalah seorang pelajar yang sungguh-sungguh dan tajam pikirannya, dan oleh karena itu ia selalu memberi dorongan kepadanya untuk senantiasa menambah ilmu pengetahuan. Setelah selesai dari study di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar disana selama dua tahun, kemudian diangkat menjadi imam tentara di tahun 1824. Dua tahun kemudian dia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Paris. Di samping tugsnya sebagai imam ia turut pula belajar bahasa Prancis sewaktu ia masih dalam perjalanan ke Paris.
Lembaga ini mirip dengan fungsi Bayt al-Hikmat pada masa-masa awal kerajaan Abbasiyyah. Al-Tahtawi sendiri menerjemahkan sekitar 20 buku berbahasa Prancis yang mengedit puluhan karya terjemahan lainnya. Sebagian besar buku-buku sejarah, filsafat, dan ilmu kemiliteran. Buku penting yang diterjemahkannya sendiri adalah Considerations sur les Causes de la Grandeur des Romains et de leur Decadence karya filsuf Prancis Montesquieu. Beliau sangat berjasa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan di Mesir, karena menguasai berbagai bahasa asing berhasil mendirikan sekolah penerjemahan dan menjadikan bahasa asing tertentu sebagai pelajaran wajib di sekolah. Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat. Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan memberikan kesempatan belajar yang sama antara laki-laki dan perempuan, sebab perempuan itu memegang posisi yang menentukan dalam pendidikan. Wanita yang terdidik akan menjadi isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil. Mereka yang diharapkan melahirkan putera-puteri yang cerdas[10].
Al-Tahtawi mengatakan, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan.
Tahap 1 adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika.
 Tahap 2, pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan.
 Tahap 3, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
Pada proses belajar mengajar, Al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik hendaknya memiliki kesabaran dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik. Buku-buku yang diterjemahkan oleh Al-Tahtawi memperlihatkan kecenderungan dan kesukaan Tahtawi terhadap filsafat politik. Satu tema yang kemudian menjadi isu sentral dari pemikiran-pemikirannya, khususnya ketika ia berbicara tentang kondisi Mesir dan bangsa Arab modern. Tapi lembaga penerjemahan yang sangat berjasa itu harus ditutup, ketika penguasa Mesir dan juga cucu Muhammad Ali, Abbas Hilmi I, mulai tidak menyukainya dan membuangnya ke Khortoum, Sudan. Baru pada pemerintahan Sa’id anak keempat Muhammad Ali menggantikan kemenakannya, ia diperbolehkan pulang ke Kairo dan kembali memegang peranan dalam gerakan penerjemahan buku-buku asing.
Di antara hasil-hasil karyanya yang terpenting adalah:
1.  Takhlisul Abriiz Ila Takhrisu Bariiz.
2. Manahijul Bab Al-Mishriyal fi Manahijil Adab al-Ashriyah.
3. Al-Mursyid al-Amin lil Banaat wal Banien
4.  Al-Qaulus sadid fi ijtihad wat taliid
5.  Anwar taufiq al-jalil fi akhbari mishra wa tautsiq bani Isra’il
B. pembaharuan  At-Tahtawi
Bidang Pendidikan
Pemikiran Al Tahtawi mengenai pendidikan ada dua pokok yang di nilai penting :
Pendidikan yang bersifat universal dan emansipasi wanita. Pendidikan hendakmya bersifat universal dan sama bentuknya bagi semua golongan, selain itu bahwa masyarakat yang terdidik akan lebih muda dibina dan sekaligus dapat menghindari masing-masing dari pengaruh negatip. Pemikiran ini dinilai sebagai rintisan bagi pemikiran pendidikan yang bersifat demokratis.
 Mengenai pendidikan bangsa. Menurutnya bahwa pendidikan bukan hanya terbatas pada kegiatan untuk mengajarkan pengetahuan, melainkan juga untuk membentuk kepribadian dan menanamkan patriotisme. Tanah air ialah tempat tinggal, tanah kelahiran yang dinikmati setiap warganya.
Untuk melengkapi pemikiran pendidikan Al Tahtawi dilengkapi juga ide pendidikannya dengan kurikulum yang dihubungkan kepentingan agama dan Negara. Kurikulum yang dirumuskan oleh Al Tahtawi adalah sebagai berikut :
Kurikulum untuk tingkat pendidikan dasar terdiri atas mata pelajaran membaca, menulis yang sumbernya adalah Al-Qur'an, nahwu dan dasar-dasar berhitung.
Untuk tingkat menengah ( tajhizi ) terdiri atas : pendidikan jasmani dan cabang-cabangnya, ilmu bumi. Sejarah, mantiq, biologi, fisika, kimia, manajemen, ilmu pertanian, mengarang, peradaban, sebagian bahasa asing yang bermanfaat bagi Negara.
 Untuk menengah atas ( `aliyah ). mata pelajaran terdiri atas : mata pelajaran kejuruan. Mata pelajaran tersebut diberikan secara mendalam dan meliputi fiqh, kedokteran, ilmu bumi dan sejarah.
Pemikiran tentang pendidikan yang diterapkan oleh Al Tahtawi di tulis pada buku al-Mursyid al-Amin fi Tarbiyah al-Banin (pedoman tentang pendidikananak).
Buku ini menerangkan tentang ide-ide pendidikan yang meliputi :
pembagian jenjang pendidikan atas tingkat permulaan, menengah, dan pendidikan tinggi akhir.
Pendidikan diperlukan, kerana pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kesejahteraan .
 pendidikan mesti dilaksanakan dan diperuntukan bagi segala golongan. Maka tidak ada perbedaan antara pendidikan anak laki-laki dan anak perempuan. Pemikiran mengenai persamaan antara laki-laki dan pendidikan anak perempuan ini dinilai sebagai mencontoh ide pemikiran Yunani. Anak-anak perempuan harus memperoleh pendidikan yang sama dengan anak lelaki.
pendidikan terhadap perempuan merupakan suatu hal yang sangat penting karena tiga alasan, yaitu :
wanita dapat menjadi istri yang baik dan dapat menjadi mitra suami dalam kehidupan sosial dan intelektual.
Agar wanita sebagai istri memiliki keterampilan untuk bekerja dalamn batas-batas kemampuan mereka sebagai wanita.
Selanjutnya Al Tahtawi mengatakan bahwa dia menginginkan agar para perempuan mempunyai langka yang lebih baik dalam keluarganya. Karena tujuan pendidikan baginya, adalah untuk membentuk personality tidak hanya mengabdikan ilmu yang dimiliki tetapi dengan pendidikan itu akan tertanamkan penting kesejahteraan bagi keluarga dan merasakan keharusan.
b.  Bidang Ekonomi
Beberapa ide yang dikemukan Al Tahtawi mengenai bidang ekonomi, termuat dalam karya tulisannya " kitab Takhlish al Ibriz ila talkhis bariz " antara lain
Aspek pertanian ; orang Mesir terdahulu terkenal kaya hanya tergantung pada tanah Mesir yang baik dan subur. Oeh karena itu bahwa, perlunya meningkatkan perbaikan bidang pertanian misalnya penanaman pohon kapas, Naila Anggur, zaitun, pemerilaharaan lebah, ulat sutra, dan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pertanian misalnya pupuk tanaman, irigasi yang cukup, sarana pengangkutan.
 Dari aspek transportasi; perbaikan jalan yang menghubungkan dari satu tempat ke tempat lain, demikian juga jembatan dan pemasangan alat telekomunikasi untuk mempermudah. Buku atau karya At Tahtawi yang membahas secara rinci mengenai bidang ekonomi, bisa dilihat dalam " Al Manaf al Umumiyyah ". Didalam buku itu dinyatakan bagaimana orang-orang Egypt (Mesir) dahulu dapat berhasil dan sukses, dan kini kemudian akan hilang ? Bagaimana mengajar kembali untuk mendapatkan yang hilang itu.
 Bidang Kesejahteraan.
Kemajuan suatu Negara, ditandai meratanya kesejahteraan rakyat dan juga meningkatkan kegiatan perekonomian, sehingga stabilitas Negara dapat  tercapai Sebagaimana diungkapkan oleh Tahtawi, dalam bukunya "Manahij" bahwa manusia pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu menjalankan perintah Tuhan dan mencari kesejahteraan didunia, sebagaimana yang dicapai oleh bangsa Eropa modern. Oleh karena itu kesejahtraan umat islam harus diproleh aatas dasar melaksanakan ajaran agama, berbudi pekerti dan ekonomi yang maju .
Pemikiran Al Tahtawi ini, dilandasi oleh tiga hal; yaitu :
Mesir adalah negeri yang subur tanahnya merupakan Negara agraris, bahkan perekonomiannnya tergantung dari hasil pertanian.
Mesir mempunyai potensi yang besar dalam pembangunan ekonomi
 Mesir pada masa-masa fir'aun telah mencapai kejayaan dalam kesejahteraan rakyat dengan berpegang teguh peda akhlak yang mulia.
Kesejahteraan merupakan tanggung jawab bersama, antara rakyat dan pemerintah harus saling berkaitan. Kesejahteraan didunia sangat erat hubungannya dengan kemajuan ekonomi. Sedang kemajuan ekonomi ditentukan oleh semangat kerja dan pengabdian. Al Tahtawi menggambarkam orang-orang yang malas bagaikan patung-patung kuno Mesir, bahkan patung kuno mesir-pun masih dapat dijadikan sumber informsi. Jadi menurut Al Tahtawi "kesejahteraan"akan tercapai dengan dua jalan, yaitu perpegang pada ajaran agama serta budi pekerti yang baik dan kemajuan ekonomi.
c.  Bidang Pemerintahan
Dia mengemukakan contoh-contoh yang diteladani yaitu nabi Muhammad SAW. Dan para sahabat dalam melaksanakan pemerintahan yang mempunyai hak kekuasaan mutlak, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya harus dengan adil berdasarkan undang-undang. Untuk kelancaran pelaksanaan undang-undang itu harus ditangani oleh tiga badan yang terpisah yaitu Legislative, Executive dan judicative (Trias Politica Montesque).
Menurut Al tahtawi, masyarakat suatu Negara, terdiri dari empat golongan ; dua golonan yang memerintah, dua golongan yang lain diperintah. Dua golongan yang memerintah adalah raja dan para ulama (dua para ilmuan). Sedang dua golongan yang diperintah adalah tentara dan para produsen (termasuk semua rakyat). Golongan yang diperintah (rakyat) ini, seorang raja hanya bertanggung jawab kepada Allah saja. Raja tidak boleh melupakan kepentingan rakyat. Raja harus senantiasa harus ingat kepada Allah dan siksaan yang disediakan bagi orang yang dzalim. Rasa takut seorang raja kepada Allah, akan membuat raja berlaku baik kepada rakyatnya. Selain takut kepada Allah, tindak tanduk raja selalu dikontrol oleh "pendapat umum". Oleh karena itu, antara yang memerintah yang diperintah harus ada hubungan yang baik. Di balik itu, orang orang yang duduk dipemerintahan harus punya sejarah pendidikan yang baik.Hubungan orang-orang pemerintahan dengan para ulama, harus serasi dan hidup berdampingan. Kepala Negara atau raja harus hormat kepada ulama karena sebagai mitra dalam menjalankan roda pemerintahan. Demikian pula harus dapat mengaktualisasikan peran dan fungsi syariat dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian ulam harus menguasi perkembangan modern, membekali diri dengan sains modern dan berperan aktif dalam membantu kepala Negara, ikut bermusyawarah dalam menemukan kebijakan pemerintah. Ide-ide Al Tahtawi ini dikemukakan agar dilaksanakan di Mesir, karena pada saat itu Mesir dikuasai oleh pemerintah yang absolute dibawah pemerintahan Muhammad Ali Pasha dan kemudian dilanjutkan oleh beberapa orang pasha.
d. Patriotisme
Al Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama penganjur patriotisme. Paham bahwa seluruh dunia Islam adalah tanah air bagi setiap individu muslim, mulai di rubah penekannya. Al Tahtawi menekankan bahwa tanah air adalah tanah tumpah darah seseorang, bukan seluruh dunia Islam. Ia berpendapat bahwa selain adanya persaudaraan se-agama, juga ada persaudaraan setanah air. Dalam perkembangan dunia islam selanjutnya persaudaraan tanah air ternyata lebih dominan.
Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban. Kata " Wathan " dan " Hubul Wathan " (patriotisme) kelihatannya selalu dipakai oleh Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban. Kata " Wathan " dan " Hubul Wathan " ( patriotisme) kelihatannya selalu dipakai oleh Al-Tahtawi dalam bukunya " Manahaj" dan " Al-Mursyid ".mMewujudkan masyarakat yang sejati dan patriotisme adalah bila setiap warga Negara punya hak kemerdekaan.
e. Ijtihad dan sains Modern
Memahami syari'at Islam menurut Al-Tahtawi merupakan sangat penting dan memiliki kesadaran bahwa syari'at pasti senantiasa up to date, cocok untuk segala zaman dan tempat. orang yang mengerti serta memahami syari’at Islam, Al Tahtawi yakin akan pentingnya kesadaran bahwa syari’at pasti senantiasa up to date, cocok untuk segala zaman dan tempat. Untuk itu diperlukan usaha untuk menginterprestasi kembali syari’at kepada situasi yang baru, sesuai dengan kebutuhan hidup zaman modern. Ulama yang dibutuhkan untuk membangun pemerintah yang kuat dan maju, adalah ulama yang ikut bertanggung jawab bersama kepala negara, ulama yang berpikir dinamis, memiliki pengetahuan luas dan menjauhi sikap statis agar mampu menginterprestasi kembali konsep agama sesuai dengan tuntutan zaman.
Sains dan pemikiran rasional pada dasarya tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Karena itu, ijtihad harus dilakukan oleh ulama. Ulama harus dapat merubah masyarakat yang berfikiran statis dan tradisional.
Dalam bukunya “Al Qaul al Sadid fi al ijtihad wa al Taqlid” menguraikan pentingnya ijtihad dan syarat-syarat menjadi mujtahid, serta dalil dalil dan tingkatan para mujtahid.
Ia mengatakan pada hakikatnya sains modern itu adalah dan hasil pemikiran kaum muslimin yang kemudian dikembangkan oleh Barat, yaitu dengan perantaraan terjemahan dan buku-buku yang di tulis orang Islam dalam bahasa Arab. Perkembangan sains dan teknologi disamping untuk neningkatkan upaya kualitas umat Islam dalam melakukan ijtihad, juga dapat menunjang kesejahteraan kehidupan kaum muslimin di dunia sebagaimana telah dikembangkan di. Gagasan tersebut menjadi fokus penting dan pemikiran dan pembaharuan Al Tahtawi. Oleh karena itu, sebagian besar hidupnya disumbangkan untuk mendukung gagasannya dengan menerjemahkan buku buku agar umat Islam mengetahui budaya yang maju di Barat. Disamping sebagai penulis dan menjadi pimpinan dalarn beberapa pendidikan.
Al Tahtawi dalam hal Satalisme ia mencela orang Paris karena mereka tidak percaya pada qadha’ dan qadar. Menurutnya, orang Islam harus percaya pada qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi disamping itu harus berusaha. Manusia tidak boleh mengembalikan segala-galanya pada qadha’ dan qadar. Karena pendirian serupa lilin, menunjukkan kelemahan. Tetapi berusaha semaksimal dulu, baru menyerah. Orang Eropa berkeyakinan bahwa manusia dapat memperoleh apa yang di kehendakinya dengan kemauan dan usahanya sendiri dan bila gagal, dalam usahanya, hat itu bukan karena qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi karena salah perkiraan atau kurang dalam berfikir atau kurang kuat dalam usahany.
C. biografi Muhammad abduh
Muhammad Abduh lahir disuatu desa di Mesir Hilir tahun 1849.Bapaknya bernama Abduh Hasan Khaerullah,berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir.Ibunya dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai Umar bin Khatab. Mereka tinggal dan menetap di Mahallah Nasr.Muhammad Abduh dibesarkan dilingkungan keluarga yang taat beragama dan mempunyai jiwa keagamaan yang teguh.
Muhammad Abduh memulai perbaikannya melalui pendidikan. Menjadikan pendidikan sebagai sektor utama guna menyelamatkan masyarakat Mesir. menjadikan perbaikan sistem pendidikan sebagai asas dalam mencetak muslim yang shaleh. Pendidikan M. Abduh Pendidikan pertama M. Abduh dengan ayahnya sendiri, yaitu belajar menulis dan menghafal Al-Qur’an. Dia mampu menghafal Al-Qur’an hanya dengan 2 tahun saja dan telah menyempurnakan hafalannya pada umur 12 tahun. Kemudian pada usia 14 tahun M. Abduh dikirim ayahnya ke Tanta untuk belajar di mesjid Al-Ahmadi. Ditempat ini dia belajar bahasa Arab dan Fiqih, namun ditengah proses pembelajarannya dia kembali ke Mahallat Nasr karena metode pembelajarannya.
Kehidupannya pun mulai berubah sejak dia menikah, setelah 40 hari M. Abduh menikah dia dipanggil oleh ayahnya untuk kembali ke Tanta. Namun pada saat perjalan M. Abduh mengubah haluan perjalanannya ke Khadar untuk menemui pamannya yaitu Syaikh Darwisy.
Syaikh Darwisy adalah seseorang yang pengetahuannya luas serta ahli Tsawuf. Kemudian M. Abduh belajar dan menekuni ilmu tsawuf tersebut, setelah itu M. Abduh pergi melanjutkan studynya di Tanta dan Kairo.
Di Al-Azhar, dia dan kawan-kawannya sering berdiskusi dengan Al-Afghani ( 1870 ). Jamaluddin Al-Afghani lahir di Mesir dan wafat di Turki. Al_afghani adalah orang yang membenci konolialisme dan mendorong gerakan PAN Islamisme serta juga Al-Afghani adalah tokoh pemikir Nasionalisme. Kemudin dari diskusi tersebut Al-Afghani menjadi guru M. Abduh serta mendalami ilmu pengetahuan seperti Filsafat, Teologi, Politik, Jurnalistik dll.
  Setelah tamat dari Al-Azhar ( 1877 ) M. Abduh di angkat menjadi dosen atas usaha  Perdana Mentri Riyadl Pasya. M. Abduh mengajar logika, filsafat, teologi.Dalam mangku jabatan M. Abduh terus mengadakan perubahan yang radikal sesuai dengan cita-citanya, yang berari bahwa memasukkan Ide-Ide baru kedalam perguruan tinggi islam tersebut, serta menghidupkan islam dengan metode-metode sesuai dengan zaman.
D.  Pemikiran M. Abduh 
pemikiran M. Abduh dibidang teologi
Pemikirannya dituangkan di sebuah kitab yaitu Risalah Tauhidyang beriasi:
.Konsep iman , mencakup tiga unsur yaitu pengetahuan kepercayaan serta keyakinan.
Konsep sifat Tuhan , bahwa sifat Tuhan tidak berdiri sendiri
 Konsep perbuatan Tuhan, bahwa Tuhan mengatur alam ini sesuai dengan sunnahnya dan kepentingan manusia
Konsep keadilan Tuhan
Konsep kekuasan dan kehendak Tuhan
 Konsep manusia, bahwa manusia diberikan akal dan pikiran untuk mempertimbangkan perbuatannya serta kebebasan oleh hukum alam
Konsep akal dan wahyu, bahwa dengan akal dapat mengetahui adanya Allah serta tidak bertindak semaunya, dan wahyu merupakan tuntunan untuk mengenal kepada Allah

Pemikiran dibidang politik dan ketenegaraan
Bahwa M. Abduh berpandangan pembaharu negara dapat dicapai dengan pembaharu ummat serta menyerukan untuk kembali pada alqur’an dan hadits
Pemikiran M. Abduh tentang pendidikan
M. Abduh berpendapat pendidikan itu harus berkembang seperti wanita harus juga diberikan pendidikan agar mereka tidak selalu didalam kebodohan.  M. Abduh berpandangan bahwa penyakit tersebut berpangkal pada ketidak tahuan ummat islam pada ajaran sebenarnya, melainkan mereka mempelajari dengan cara tidak tepat.
Sebelum  M. Abduh memperbaiki sistem pendidikan ada seseprang yang pernah mendirikan sekolah modern yaitu Muhammad Ali. Dia mendirikan sekolah Agama dan sekolah modern. Kedua sekolah itu tidak mempunyai hubungan melaikan berupa sekolah khusus, akibatnya menimbulkan Dualisme Pendidikan yang berbeda.
M. Abduh melihat dari segi negatif dua sekolah tersebut sehingga mendorong  M. Abduh untuk memperbaiki kedua sekolah tersebut, ada beberapa upaya yang dilakukan  M. Abduh dalam memperbaiki sekolah tersebut :
a. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan menurut  M. Abduh adalah dengan mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya pada batas-batas kemungkinan seseorang mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Maksudnya melahirkan pribadi yang seimbang antara dunia dan akhirat.
b. Kurikulum sekolah
 Merumuskan kurikulum sekolah menurut M. Abduh adalah :
1. Tingkat SD adalah membaca, menulis, berhitung dan pelajaran agama ( aqidah, fiqih, ahklak dan sejarah islam )
2. Tingkat SM adalah mantiq, dasar penalaran, akidaq dibuktikan dengan dalil akal serta dalil pasti, fiqh, akhlaq dan sejarah islam
3. Tingkat Atas adalah tafsir, hadits, bahasa arab dengan segala cabangnya, sejarah islam, retorika,ilmu kalam dan dasar-dasar berdiskusi
 c. Metode pengajaran
M. Abduh menekankan pada semua pendidik untuk memberikan pemaham kepada murid dengan jelas melalui metode berdiskusi
d.  Pendidikan bagi wanita
 M. Abduh berpendapat bahwa pendidikan harus di ajarkan pada semua orang tanpa kecuali kaum hawa.
Dari pemikiran M. Abduh tentang pendidikan maka tanpak nilai-nilai yang akn ditegakkannya :
1.  Nilai persatuan dan solidaritas
2. melakukan usaha untuk membentuk kembali al-Urwah al Wutsqa.
3. Nilai pembaharu atau gerakan pembaharu
4.  Nilai perjuangan dalam segala aspek kehidupan
5. Nilai kemerdekan
Banyak karya M. Abduh diterjemahkan kedalam berbegai bahasa serta muncul sekolah yang menggabungkan kedua kurikulum tersebut.
Pemikiran dibidang pendidikan dan pengajaran umum:
Perlawanan terhadap taqlid dan kemadzhaban.
Perlawanan terhadap buku yang tendensius, untuk diperbaiki dan disesuaikan dengan pemikiran rasional dan historis.
Reformasi al-Ahzar yang merupakan jantung umat Islam. Jika ia rusak maka rusaklah umatnya, dan jika ia baik maka baik pula umat Islam.
Menghidupkan kembali buku-buku lama untuk mengenal intelektualisme Islam yang ada dalam sejarah umatnya. Dan mengikuti pendapat-pendapat yang benar disesuaikan dengan kondisi yang ada.

E. biografi Jamaludin Al-Afghani
Nama lengkap Sayid Jamaluddin al-Afghani ialah Muhammad Jamaluddin al-Afghani al-Husaini. Namun, terdapat sesetengah sumber menyatakan bahawa nama sebenarnya ialah Muhammad ibn Safdar al-Husain. Dilahirkan pada tahun 1838 Masihi bersamaan dengan 1254 Hijrah, beliau dibesarkan di tempat lahirnya, yaitu di Asadabad, iaitu salah satu kawasan di Zon Kunar di Afghanistan. Jamaluddin al-Afghani lahir sebagai seorang tokoh pemikiran dalam dunia Islam. Datuknya, Sayid Ali pernah tinggal untuk sementara waktu di Hamedan, Iran dan beliau dikenali sebagai Hamadani.
Pada peringkat awal, Sayid Jamaluddin al-Afghani mendapat pendidikan daripada orang tuanya dalam bidang ilmu agama dan bahasa Arab. Beliau mempelajari asas-asas bahasa Arab seperti nahu dan sastera ketika itu. Selepas itu, beliau mempelajari ilmu-ilmu keagamaan seperti ilmu tauhid, fikah, usul fikah, tafsir, hadis dan lain-lain.
Sayid Jamaluddin telah menghafal al-Quran ketika beliau berusia 12 tahun. Beliau mendalami beberapa bidang ilmu seperti hadis, falsafah, mantik, usuluddin, perubatan, dan ilmu kalam ketika berada di Najaf. Ketika Sayid Jamaluddin al-Afghani merantau ke India, beliau telah mempelajari ilmu-ilmu moden seperti sains dan matematik.
Pada ketika itu juga, Sayid Jamaluddin al-Afghani sudah mula menulis karyanya. Karya Sayid Jamaluddin al-Afghani yang pertama bertajuk Keterangan Lengkap tentang Sejarah Afghanistan.
Semasa menetap di Mesir, beliau telah bertemu dengan ramai penuntut Universiti al-Azhar yang datang menimba ilmu dan pengalaman daripadanya, termasuklah Syeikh Muhammad Abduh. Hasil pertemuan tersebut telah menyemarakkan gerakan pemikiran Jamaluddin di Mesir. Gerakan ini dikenali sebagai Gerakan Islah.
F. Pembaharuan jamaludin Al-Afghani
Pemikiran  dibidang Politik
Selama di Mesir Jamaluddin al-Afghani mengutarakan beberapa konsep pembaharuannya, yaitu :
Musuh utama umat Islam ialah penjajah (Barat),
Umat Islam harus menentang penjajahan bila dan di mana sahaja.
Untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Pan-Islamisme). Pan-Islamisme bukan bererti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, tetapi mereka harus mempunyai satu pandangan yang bersatu dan bekerjasama. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Persatuan Islam hanya dapat dicapai apabila berada dalam kesatuan dan kembali kepada ajaran Islam yang murni iaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Untuk mencapai usaha-usaha pembaharuan tersebut :
Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan kepada perkara-perkara yang berunsur tahyul
Umat islam harus yakin bahawa Al-Quran dan As sunnah merupakan pegangan hidup
Rukun iman menjadi landasan hidup
Setiap generasi umat mempunyai keistimewaan untuk memberikan pengajaran dan pendidikan pada manusia yang bodoh dalam memerangi hawa nafsu jahat.
Konsep Negara
Selain Pan-Islamisme, Al-Afghani juga mengutarakan konsep negara republik yang demokrasi bagi negara-negara Islam. Al-Afghani banyak mencela sistem pemerintahan umat Islam yang bercorak autokratik. Menurutnya, ketua negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang memiliki banyak pengalaman. Pengetahuan manusia secara individu amat terbatas. Islam dalam pandangan Al-Afghani menghendaki pemerintahan Republik di mana kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban ketua negara untuk tunduk kepada Undang-undang.
Menurut Al-Afghani, Islam menghendaki bentuk republik kerana di dalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan ketua negara harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar. Pendapat ini baru dalam sejarah politik Islam. Sebelumnya umat Islam hanya mengenali sistem khalifah yang mempunyai kuasa.
Dalam pemerintahan republik, yang berkuasa adalah undang-undang dan hukum, bukan ketua negara. Ia hanya berkuasa untuk menjalankan undang-undang dan hukum yang digariskan oleh lembaga untuk memajukan kemaslahatan rakyat.
Pendapat Al-Afghani tersebut jelas dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Penafsiran Al-Afghani tersebut lebih maju dari Muhammad Abduh. Islam dalam pemikiran Abduh tidak menetapkan suatu bentuk pemerintahan, Jika sistem khalifah masih tetap menjadi pilihan sebagai model pemerintahan, maka bentuk demikian juga harus mengikut perkembangan masyarakat dalam kehidupan. Kemunculan Al-Afghani disebut sebagai penyebab kepada salah satu sebab kemunduran umat Islam yang bersifat politik. Abduh, sebagaiman gurunya Al-Alghani berpendapat bahawa Islam mempunyai unsur dinamis, yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman, dengan jalan ijtihad.
Demikian juga para pemegang kekuasaan haruslah orang-orang yang paling taat terhadap undang-undang. Kekuasaan yang diperolehi bukanlah kerana kehebatan suku kaum, bangsa, kekuatan material dan kekayaannya. Model inilah yang berlaku di dalam sistem khalifah, yang mana bagi Al-Afghani tidak sesuai dengan ajaran Islam. Baginya, kekuasaan itu harus diperolehi melalui pemilihan dan disepakati oleh rakyat. Dengan demikian orang yang dipilih haruslah mempunyai dasar hukum untuk melaksanakan kekuasaanya itu.
Diantara pembaharuan pemikiran yang dimunculkan beliau adalah sebagai berikut:
Agar kejayaan umat islam diraih kembali dan mampu menghadapi dunia modern, umat islam harus kembali kepada ajaran nya dan murni  harus memahami islam rasio dan kebebasan
Jamaludin menginginkan agar kaum wanita agar meraih kemajuan dan bekerja sama dengan pria untuk mewujudkan masyarakat islam yang dinamis dan maju
Kepemimpinan otokrasi hendaknya diubah menjadi demokrasi, menurut pendapatnya, islam menghendaki pemerintah republic yang didalamnya terdapat kebebasan mengemukakan pendapat dan kewajiban Negara untuk tunduk kepada undang-undang
Ajarannya tentang pan islame, yakni kesatuan dan kerjasama seluruh umat islam harus diwujudkan karena persatuan dan kerjasama sangat pentiong dan atas segalanya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gw gak mau ribet politik!!!

Zuhud dan Hadist yg berkaitan dengannya